macam-macam perguruan silat

Your comment You are on silat Edit posts?
Perguruan IKS PI Kera Sakti yang berpusat di Madiun Jawa Timur ini merupakan perguruan beladiri beraliran kung fu untuk gerakan beladirinya tetapi untuk kerohaniannya lebih cenderung ke Banten dan ulama Jawa. Berdiri pada tanggal 15 Januari 1980 di Jl. Merpati No. 45, Kelurahan Nambangan Lor, Kecamatan Mangunharjo, Kodya Madiun oleh bapak R Totong Kiemdarto dengan gerakan beladiri kung fu aliran utara dan selatan yang dipelajarinya dari pendekar aliran kung fu China yang ada di Indonesia.

Adapun nama dari perguruan ini semula adalah
IKS PI (Ikatan Keluarga Silat “Putra Indonesia) tetapi ketika perguruan mulai berkembang diberi nama tambahan “Kera Sakti” dibelakangnya. Hal ini adalah karena masyarakat maupun murid-murid perguruan ini lebih mengenal nama jurus perguruan yaitu teknik jurus keranya daripada nama asli perguruan. Untuk itu selanjutnya dalam memudahkan pencarian identitas perguruan sekaligus secara tidak langsung menambah wibawa nama perguruan maka disebutlah IKS PI Kera Sakti.

Bapak Totong Kiemdarto lahir pada tanggal 20 Oktober 1953 di Madiun. Sebagai pendiri sekaligus guru besarnya, ia mengajarkan pelajaran silat monyet dan kerohanian untuk memantapkan fisik dan iman siswa dan siswi yang selaras dengan tujuan pembangunan nasional yaitu mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yang sehat lahir maupun batin dan berjiwa pancasila.

Pada mulanya perguruan ini hanya dikenal di lingkungan masyarakat desa Nambangan Lor saja tetapi pada sekitar 1983 beberapa murid angkatan I dan II mulaimengembangkan ajaran perguruan di beberapa tempat, yaitu SMAN 3 Madiun, Lanuma Iswahyudi dan Dempel. Baru kemudian menyusul berkembang ditempat lain yang tidak saja di wilayah eks Karesidenan Madiun tetapi juga diluar Madiun.

Didalam metode latihan IKS PI Kera Sakti terdapat 5 tahapan penting untuk mencapai tingkatan tertinggi,yaitu:

Tingkat dasar I sabuk hitam dengan lama latihan 6 bulan;
Tingkat dasar II sabuk kuning sengan lama latihan 6 bulan;
Warga tingkat I sabuk biru dengan lana latihan 1 tahun;
Warga tingkat II sabuk merah;
Warga tingkat III sabuk merah strip emas.
I. Tingkat Dasar I Sabuk Hitam
Untuk latihan awal siswa tingkat dasar I harus melewati 3 tahapan penting di dalam latihan, yaitu:
tingkat awal (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan dasar prguruan);
tingkat menengah (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan lanjutan);
tingkatan akhir (materi latihan dimana siswa akan diuji untuk melanjutkan ke tingkat dasar II).
Materi yang diberikan pada tingkat dasar I sabuk hitam antara lain teknik senam pelemasan dan yoga, teknik dasar pukulan dan tendangan, teknik dasar pernafasan Chi Kung serta teknik dasar pengembangan jurus. II. Tingkat Dasar II Sabuk Kuning
Untuk latihan awal siswa tingkat dasar II harus melewati 3 tahapan penting dalam latihan, yaitu:
tingkat awal (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan dasar lanjutan perguruan);
tingkat menengah (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan lanjutan);
tingkat akhir (materi latihan dimana siswa akan diuji untuk melanjutkan ke warga tingkat I.
Materi yang diberikan adalah teknik senam pelemasan dan yoga, teknik dasar pukulan dan tendangan, teknik dasar pernafasan serta teknik dasar pengembangan jurus. III. Warga Tingkat I Sabuk Biru
Warga tingkat I harus melewati 3 tahapan penting dalam latihan, yaitu:
tingkatan awal (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan perguruan yang lebih rumit);
tingkkatan menengah (materi latihan dimana siswa mulai mempelajari gerakan kombinasi);
tingkat akhir (materi latihan dimana siswa akan diuji untuk melanjutkan ke warga tingkat II.
Materi yang diberikan pada Warga tingkat I Sabuk Biru adalah teknik senam pelemasan dan yoga, teknik dasar pukulan dan tendangan, teknik dasar pernafasan, teknik dasar pengembangan jurus. IV. Warga Tingkat II Sabuk Merah
Untuk latihan bagi warga tingkat II lebih banyak mengacu pada pengembangan, kecepatan dan refleksitas gerakan jurus maupun kombinasi. Sedangkan untuk materi yang diberikan pada warga tingkat II ini hanya boleh diketahui oleh warga tingkat II keatas dan tidak dapat disebarkan kepada umum alias dirahasiakan.
V. Warga Tingkat III Sabuk Merah Strip Emas
Untuk latihan bagi warga tingkat III lebih banyak mengacu pada pemantapan dari pengembangan, kecepatan dan refleksitas gerakan jurus maupun kombinasi. Seperti halnya materi pada warga tingkat II, materi tingkat ini juga dirahasiakan.

2. PERISAI DIRI (PD)
SEJARAH PERGURUAN PERISAI DIRI
 Perisai Diri merupakan salah satu organisasi beladiri yang menjadi anggota IPSI, induk olahraga resmi pencak silat di Indonesia di bawah KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Perisai Diri menjadi salah satu dari sepuluh perguruan silat yang mendapat predikat Perguruan Historis karena mempunyai peran besar dalam sejarah terbentuk dan berkembangnya IPSI. Teknik silat Perisai Diri mengandung unsur 156 aliran silat dari berbagai daerah di Indonesia ditambah dengan aliran Shaolin (shauw liem) dari Tiongkok. Pesilat diajarkan teknik beladiri yang efektif dan efisien, baik tangan kosong maupun dengan senjata. Metode praktis dalam Perisai Diri adalah latihan serang hindar yang mana menghasilkan motto “Pandai Silat Tanpa Cedera”.
Sejarah Perisai Diri
Pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan kraton Pakoe Alam di Yogyakarta lahirlah seorang putra dari RM Pakoesoedirjo yang diberi nama RM Soebandiman Dirdjoatmodjo (panggilan akrab=pak dirjo), ia adalah putra pertama RM Pakoesoedirdjo (buyut dari Pakoe Alam II). Sejak berusia 9 tahun ia telah dapat menguasai ilmu pencak silat yang ada dilingkungan keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya dilingkungan daerah Pakoe Alaman. Disamping pencak silat ia juga belajar menari di istana Pakoe Alam sehingga berteman dengan Wasi dan Bagong Kusudiardjo.

Pak Dirdjo yang pada masa kecilnya dipanggil dengan nama Soebandiman atau Bandiman oleh teman-temannya ini merasa belum puas dengan ilmu silat yang telah didapatnya di lingkungan keraton/ istana Pakoe Alam itu. Karena ingin meningkatkan ilmu silatnya, pada tahun 1903 setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool0 atau sekolah menengah pendidikan guru setingkat SMP, ia meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan berjalan kaki. Tempat yang dikunjungi pertama adalah Jombang, Jawa Timur.

Disana ia belajar silat pada Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainya diperoleh dari pondok pesantren Tebuireng. Disamping belajar, ia juga bekerja di pabrik gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, ia kembali ke barat dan sampailah di Solo. Ia belajar silat pada Sayid Sahab di Solo, ia juga belajar kanuragan pada kakeknya Ki Jogosurasmo.

Ia masih belum merasa puas untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, disana ia belajar silat pada Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu kanuragan di pondok Randu Gunting Semarang. Rasa ingin tahu yang besar pada ilmu beladiri menjadikanya masih belum juga puas dengan apa yang telah ia miliki. Dari sana ia menuju Cirebon setelah singgah terlebih dahulu di Kuningan. Disana ia belajar ilmu silat dan kanuragan dengan tidak bosan-bosanya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu beliau juga belajar silat Minangkabau dan Aceh.

Tekadnya untuk menggabungkan dan mengolah berbagai ilmu yang dipelajarinya membuatnya tidak bosan menimba ilmu. Berpindah guru baginya berarti mempelajari hal baru dan menambah ilmu yang dirasakannya kurang. Ia yakin bila segala sesuatu dikerjakan dengan baik dan didasari niat yang baik, maka Tuhan akan menuntun untuk mencapai cita-citanya. Iapun mulai meramu ilmu silatnya sendiri. Pak Dirjo lalu menetap di Parakan, Banyumas. Pada tahun 1936 membuka perkumpulan pencak silat dengan nama Eka Kalbu yang berarti Satu Hati.

Di tengah kesibukannya melatih, ia bertemu dengan seorang pendekar Tionghoa yang beraliran beladiri Siauw Liem Sie (Shaolinshi), namanya adalah Yap Kie San. Yap Kie San adalah salah seorang cucu murid Louw Djing Tie dari Hook Tik Tjay. Menurut catatan sejara, Louw Djing Tie merupakan seorang pendekar legendaris dalam dunia persilatan, baik di Tiongkok maupun di Indonesia, dan salah satu tokoh utama pembawa beladiri kungfu dari Tiongkok ke Indonesia. Dalam dunia persilatan, Louw Djing Tie dijuluki sebagai “Si Garuda Emas dari Siauw Liem Pay. Saat ini murid-murid penerus Louw Djing Tie di Indonesia mendirikan perguruan kungfu Garuda Emas.

Bagi pak Dirdjo menuntut ilmu tidak memandang usia dan suku bangsa, lalu ia pun mempelajari ilmu beladiri yang berasal dari biara Siauw Liem (Shaolin) ini dari Yap Kie San selama 14 tahun. Ia diterima sebagai murid bukan dengan cara biasa tetapi melalui pertarungan persahabatan dengan murid Yap Kie San. Melihat bakat pak Dirdjo, Yap Kie San tergerak hatinya untuk menerimanya sebagai murid.

Berbagai cobaan dan gemblengan beliau jalani dengan tekun sampai akhirnya berhasil mencapai puncak latihan ilmu dari Yap Kie San. Murid Yap Kie San yang sanggup bertahan hanya 6 orang, diantaranya ada dua orang bukan orang Tionghoa, yaitu pak Dirdjo dan R Brotosoetardjo yang di kemudian hari mendirikan perguruan silat Bima (Budaya Indonesia Mataram). Dengan bekal yang telah diperoleh selama merantau dan digabungkan dengan ilmu beladiri Siauw Liem Sie yang diterima dari Yap Kie San, pak Dirdjo mulai merumuskan ilmu yang telah dikuasainya itu.

Setelah puas merantau, ia kembali ke tanah kelahirannya, Yogyakarta. Ki Hajar Dewantoro (bapak pendidikan) yang masih pakdenya meminta pak Dirdjo melatih di lingkungan perguruan Taman Siswadi Wirogunan. Di tengah kesibukannya mengajar silat di Taman Siswa, pak Dirdjo mendapat pekerjaan sebagai Magazie Meester di pabrik gula Plered.

Pada tahun 1947 di Yogyakarta pak Dirdjo diangkat menjadi pegawai negeri pada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan seksi Pencak Silat yang dikepalai oleh Mochammad Djoemali. Dengan tekad mengembangkan silat, ia mengajar di Himpunan Siswa Budaya (sebuah unit kegiatan mahasiswa UGM/Universitas Gajah Mada. Murid-muridnya adalah para mahasiswa UGM pada awal-awal berdirinya kampus tersebut. Pak Dirdjo juga membuka kursus silat di kantornya. Beberapa murid pak Dirdjo saat itu diantaranya adalah IR Dalmono yang kini berada di Rusia, Prof Dr Suyono Hadi (dosen Universitas Padjajaran Bandung), dan Bambang Mujiono Probokusumo yang di kalangan pencak silat di kenal dengan nama panggilan Mas Siwuk.

Tahun 1954 pak Dirdjo diperbantukan ke Kantor Kebudayaan Propinsi Jawa Timur di Surabaya. Murid-muridnya di Yogyakarta baik yang berlatih di UGM maupun yang diluar UGM bergabung menjadi satu dalam wadah HPPSI (Himpunan Penggemar Pencak Silat Indonesia) yang diketuai oleh IR Dalmono.Tahun 1955 ia resmi pindah dinas ke kota Surabaya. Di sanalah ia dengan dibantu oleh Imam Ramelan mendirikan kursus silat Perisai Diri pada tanggal 2 Juli 1955.

Para muridnya di Yogyakarta kemudian menyesuaikan diri menamakan himpunan mereka sebagai silat Peerisai Diri. Disisi lain murid-murid perguruan silat Eka Kalbu yang pernah didirikan oleh pak Dirdjo masih berhubungan dengannya. Mereka tersebar di kawasan Banyumas, Purworejo dan Yogyakarta. Hanya saja perguruan ini kemudian memang tidak berkembang namun melebur dengan sendirinya ke Perisai Diri, sama seperti HPPSI di Yogyakarta. Satu guru menjadikan peleburan perguruan ini menjadi mudah. Murid-murid pak Dirdjo sebelum nama Perisai Diri muncul hingga kini banyak yang masih hidup. Usia mereka berkisar antara 65 tahun hingga 70 tahun lebih dan masih bisa dijumpai di Kawasan Yogyakarta dan sekitarnya.

Pengalaman yang diperoleh selama pengembaraanya dan ilmu silat Siauw Liem Sie yang dikuasainya kemudian dicurahkannya dalam bentuk teknik yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anatomi tubuh manusia, tanpa ada unsur memperkosa gerak. Semuanya berjalan secara alami dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Dengan motto “Pandai silat tanpa cedera”, Perisai Diri di terima oleh berbagai lapisan masyarakat untuk dipelajari sebagai ilmu beladiri.

Pada tahun 1969 Dr Suparjono SH MSi (yang saat ini menjabat sebagai ketua dewan pendekar) menjadi staf Bidang Musyawarah PB PON VII di Surabaya. Dengan inspirasi dari AD?ART organisasi-organisasi di KONI Pusat yang sudah ada, Suparjono bersama Bambang Mujiono Probokusumo, Totok Sumartono, Mondo Satrio dan anggota Dewan Pendekar lainnya pada tahun 1970 menyusun AD/ART Perisai Diri dan nama lengkap organisasi Perisai Diri disetujui menjadi Keluarga Silat Nasional Indonesia PERISAI DIRI yang disingkat Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI. Dimusyawarahkan juga mengenai pakaian seragam silat Perisai Diri yang baku, yang tadinya berwarna hitam dirubah menjadi putih dengan atribut tingkatan yang berubah beberapa kali hingga terakhir seperti yang dipakai saat ini. Lambang Perisai Diri juga dibuat dari hasil usulan Suparjono, Both Sudargo dan Bambang Priyokuncoro yang kemudian disempurnakan dan dilengkapi oleh pak Dirdjo.

Tanggal 9 Mei 1983 RM Soebandiman Dirdjoatmodjo meninggal dunia. Tanggung jawab untuk melanjutkan teknik dan pelatihan silat Perisai Diri beralih kepada para murid-muridnya yang kini telah menyebar ke seluruh pelosok tanah air dan beberapa negara di Eropa, Amerika dan Australia. Dengan di bawah koordinasi Ir Nanang Soemindarto sebagai ketua umum Perisai Diri pusat, saat ini Kelatnas Indonesia PERISAI DIRI memiliki cabang hampir di setiap provinsi di Indonesia serta memiliki komisariat di 10 negara lain. Untuk mengahargai jasanya pada tahun 1986 pemerintah Republik Indonesia menganugerahkan gelar Pendekar Purna Utama bagi RM Soebandiman Dirdjoatmodjo.


3. SETIA HATI TERATAI
SEJARAH PERSAUDARAAN SETIA HATI TERATE
 PSHT didirikan pada tahun 1922 dengan nama Pencak Sport Club (PSC) oleh Ki Hadjar Hardjo Oetomo, beliau adalah mantan murid Ki Ngabehi Soerodwirjo (pendiri SH) yang di kecer tahun 1917. Adanya perbedaan pandangan antara Ki Ngabehi Soerodwirjo (pendiri SH) dengan Ki Hadjar Hardjo Oetomo (murid Ki Ngabehi) inilah yang melatar belakangi berdirinya PSC.
Menurut Pandangan :

Ki Ngabehi Soerodwirjo : SH bukan tempat/ wadah perjuangan bangsa untuk pencapaian kemerdekaan, tetapi merupakan perkumpulan pencak silat dan tidak membedakan SARA;
Ki Hadjar Hardjo Oetomo : SH adalah sarana menggalang persatuan dan alat perjuangan pencapaian kemerdekaan.
Karena perbedaan tersebut maka Ki Hadjar Hardjo Oetomo keluar dari SH dan mendirikan SH yang baru/ SH muda pada 1922 dengan nama Pencak Sprort Club (PSC) dan mengadakan latihan di Pilangbango Madiun. Jadi saat itu telah ada dua SH (SH dibawah Ki Ngabehi yang merupakan pendiri asli dan SH Muda/ PSC dibawah Ki Hadjar Hardjo Oetomo yang merupakan mantan muridnya).
Pencak Sport Club berganti nama menjadi SH Pemuda Sport Club dengan alasan untuk mengembalikan jati dirinya sebagai perguruan yang beraliran SH, selain itu juga untuk menghindari pembubaran perguruan oleh belanda karena saat itu belanda sangat melarang perkumpulan bela diri terutama yang memakai istilah pencak. Belanda khawatir dengan ramalan akan bangkitnya perjuangan rakyat Indonesia.

Hal inilah yang membuat Ki Ngabehi (pendiri SH) tidak mau menjadikan perguruanya sebagai wadah perjuangan. Beliau memiliki strategi yang lebih baik karena berpengalaman bekerja pada belanda, strategi beliau adalah menempatkan organisasi pada tempat aman (tanpa titel “wadah perjuangan”) dan hanya sebagai tempat untuk melahirkan kader-kader perjuangan saja. Hal ini untuk menjaga agar mesin penghasil kader perjuangan tetap terjaga sehingga api perjuangan tidak pernah padam.

PSHT dalam perkembanganya dibesarkan oleh RM Imam Koesoepangat murid dari Muhammad Irsyad (kadhang SH-PSC) yang merupakan murid dari Ki Hadjar Hardjo Oetomo.

Pada tahun 1942 atas inisiatif S.Soerengpati (tokoh Indonesia muda) maka SH Pemuda Sport Club berganti nama menjadi Persaudaraan Setia Hati Terate hingga saat ini. Pada saat itu PSHT bersifat perguruan tanpa organisasi. Tahun 1948 atas prakarsa Soetomo Mengkoedjojo, Darsono dll mengadakan konferensi dirumah Ki Hadjar Hardjo Oetomo dan menetapkan terate diubah menjadi organisasi dengan diketuai Oetomo Mangkoewidjojo dan wakilnya Darsono.

Adapun arti yang terkandung dalam lambang PSHT antara lain:

Segi empat panjang bermakna perisai;
Dasar hitam bermakna kekal dan abadi;
Hati putih bertepi merah bermakna cinta kasih ada batasnya;
Merah melingkari hati putih bermakna berani mengatakan yang ada dihati/ kata hati;
Sinar bermakna jalanya hukum alam/hukum kelimpahan;
Bunga teratai bermakna kepribadian yang luhur;
Bunga teratai mekar, setengah mekar dan kuncup bermakna dalam bersaudara tidak membeda-bedakan latar belakang;
Senjata silat bermakna pencak silat sebagai benteng persaudaraan;
Garis putih tegak lurus di tengah merah bermakna berani karena benar, takut karena salah;
Persaudaraan Setia Hati Terate bermakna mengutamakan hubungan antar sesama yang tumbuh dari hati yang tulus, ikhlas dan bersih. Apa yang dikatakan keluar dari hati yang tulus. Kepribadian yang luhur;
Hati putih bertepi merah terletak ditengah-tengah lambang bermakna netral.
Adapun tingkatan-tingkatan dalam PSHT antara lain :

Siswa/calon saudara (latihan pencak silat dasar dari sabuk hitam, merah muda, hijau dan putih kecil);
Warga/ saudara SH (setelah menamatkan pencak silat dasar dan disahkan). Pada tingkat ini dibagi menjadi tingkat I (ester trap), tingkat II (twede trap), tingkat III (derde trap).
4. SETIA HATI TUNAS MUDA WINONGO

SEJARAH PERSAUDARAAN SETIA HATI TUNAS MUDA WINONGO MADIUN

 Sejarah persaudaraan “Setia-Hati” disingkat S-H berawal pada tahun 1903 yaitu dengan didirikanya persaudaraan SEDULUR TUNGGAL KECER dikampung Tambak Gringsing-Surabaya oleh almarhum Bpk Ki Ngabehi Soerodwirjo dengan nama kecilnya Masdan. Saat itu nama permainan seni pencak silatnya adalah JOYO GENDILO dan hanya dengan 8 murid didahului oleh 2 saudara yaitu Noto/ Gunadi (adik kandung Ki Ngabehi Soerodwirjo) dan Kenevel Belanda. Pada tahun 1915 nama permainan seni pencak silatnya berubah menjadi JOYO GENDILO CIPTO MULYO. Organisasi itu mendapat hati di kalangan masyarakat pada tahun 1917 setelah melakukan demonstrasi pencak silat terbuka di alun2 kota Madiun dan menjadi populer di masyarakat karena memiliki gerakan unik penuh seni dan bertenaga. Pada tahun 1917 inilah oleh Ki Ngabehi Soerodwirjo diganti nama menjadi PERSAUDARAAN SETIA HATI. Ki Ngabehi Soerodwirjo wafat pada tanggal 10 Nov 1944, dimakamkan di makam desa Winongo,Madiun. Ibu Soerodwirjo (ibu Surijati) wafat pada tanggal 6 April !969 di makamkan di Winongo juga.
Tujuan/ sasaran SH yang ditempuh adalah : Bela negara, mengolah raga dan batin untuk mencapai keluhuran budi guna mendapatkan kesempurnaan hidup, kebahagiaan dan kesejahteraan lahir dan batin di dunia dan akhirat, dengan jalan mengajarkan SILAT (Pencak Silat) sebagai olahraga atas dasar jiwa yang sehat terdapat pada tubuh yang sehat pula, yaitu dengan meninggalkan semua yang menjadi larangan Allah dan melaksanakan semua perintah-perintahNya (MENS SANA IN CORPORE SANO-AMAR MA’RUF NAHI MUNKAR). SH mengenal falsafah kesosialan tanpa batas dari hindu yang berbunyi TAT TWAM ASI (ia adalah kamu) serta falsafah Jawa KEMBANG TEPUS KAKI (yen dijiwit kroso loro ojo njiwit liyan/ kalau dicubit terasa sakit jangan mencubit orang lain).

Jelaslah bahwa ajaran ini ajaran yang mulia edi peni dan adi luhung. Oleh karena itu tidak mengherankan bagi kita bahwa segala bangsa dan semua agama dapat menerimanya, khususnya bangsa Indonesia.

Sejak tahun 1964, SH mengalami kemunduran, tidak begitu aktif, hal ini tidak lain disebabkan keadaan juga, sebagian besar saudara2 SH sudah banyak yg lanjut usia, ditambah lagi dengan semakin kurangnya penerimaan saudara baru. Banyak saudara SH yang sudah sepuh satu persatu meninggal dunia, sedangkan yang masuk menjadi saudara SH dapat dikatakan hampir tidak ada. Kalau keadaan yg demikian dibiarkan terus-menerus maka SH lambat laun akan mengalami kepunahan.

Untuk menghindari hal tersebut serta untuk melestarikan ajaran yang edi peni dan adi luhung tersebut, maka pd tanggal 15 Oktaber 1965 bapak Soewarno merasa terpanggil untuk bergerak (mengaktifier) kegiatan2 SH dengan serentak. Gerakan ini mendapat perhatian yang besar dari para pemuda dan dukungan yang kuat dari masyarakat, yang akhirnya berdaya guna untuk membantu HANKAM serta ikut Memayu Hayuning Bawono, membantu negara/ pemerintah dalam bidang ketertiban dan keamanan.

Dengan meningkatkan latihan jasmani (pencak) dan latihan rohani (iman dan takwa kepada Allah), maka dapat diharapkan pemuda kita sebagai generasi penerus akan menjadi kader bangsa yang militan yang sangat berguna bagi kepentingan bangsa dan negara.

Kepada para Tunas Muda “SH” diajarkan pelajaran pencak silat yang berasal dari para pendekar terkenal (sembilan orang pendekar) dan yang terakhir dari bapak Ki Ngabehi Soerodwirjo, saudara tertua dalam Persaudaraan “Setia Hati” Winongo. Dengan metode ini maka seluruh pelajaran dengan mudah diserap oleh para Tunas-Tunas Muda yang dapat berhasil dengan sukses.

Dalam penerimaan SH Tunas Muda harus dilakukan pengesahan terlebih, dengan di sahkan seseorang akan resmi menjadi warga. Karena ilmu-ilmu SH hanya boleh diketahui oleh warganya dan dilarang mengajarkanya kepada yang bukan warga. Untuk pelajaran tingkat lanjut baik itu akan diikuti atau tidak oleh seorang warga, itu merupakan kesadaran dari warga tersebut karena dalam SH tidak ada paksaan.

Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo selain di Madiun tidak pernah membuka perguruanya dimanapun seperti perguruan silat yang lain, jika ada itu hanyalah sebagai tempat berlatih dan silaturahmi saja. Seluruh saudara baru Persaudaraan Setia Hati Tunas Muda Winongo baik dari Madiun, luar Madiun bahkan Mancanegara untuk menjadi saudara harus datang dan diKECER di Madiun, Jawa Timur. Hal ini untuk menjaga kemurnian aliran S-H mereka dan itulah yang menjadikan ikatan persaudaraan dalam perguruan ini sangat indah.

5. TAPAK SUCI

SEJARAH TAPAK SUCI

 Pada tahun 1872 di Banjarnegara lahirlah seorang putera dari KH Syuhada yang diberi nama Ibrahim. Diusia remaja Ibrahim telah belajar pencak silat dan kelak ia dikenal aktif menggunakan ilmu pencaknya untuk menentang penjajah belanda. Hal ini kerap membuatnya menjadi buronan belanda. Dalam statusnya yang sering menjadi buronan belanda, ia kerap berkelana dari satu tempat ke tempat lainya. Selain bersembunyi,ia juga mendalami dan mengasah ilmu pencaknya. Ia pernah singgah ke batavia, pada seorang kerabatnya disana. Namun di sana ia juga sering membuat onar terhadap belanda hingga akhirnya ia berangkat ke tanah suci Mekah.
Setelah menikah dengan puteriKH Ali, ia mendirikan pondok pesantren Binorong di Banjarnegara. Sepulang dari tanah suci ia berganti nama menjadi KH Busyro Syuhada. Pondok pesantren Binorong semakin berkembang pesat. Diantara santri-santrinya antara lain : Achyat (H Burhan) adik misan Ibrahim, M Yasin (Abu Amar Syuhada) adik kandung, dan Sudirman (Panglima Besar Jenderal Sudirman).

Dalam konferensi Pemuda Muhammadiyah di Yogyakarta tahun 1921, KH Busyro bertemu pertama kali dengan dua kakak beradik : A Dimyati dan M Wahib. Diawali dengan adu kawruh antara M Wahib dengan H Burhan, selanjutnya A Dimyati dan M Wahib mengangkat KH Busyro sebagai guru.

KH Busyro terkenal menguasai ilmu pencak inti, sedangkan H Burhan terkenal menguasai ilmu pencak ragawi. Menurut riwayat, kedua kakak beradik (A Dimyati dan M Wahib) belajar selama 5 hari untuk menguasai 15 jurus, dan 5 kembangan. Selanjutnya A Dimyati dan M Wahib kembali ke yogyakarta, diikuti KH Busyro dan H Burhan yang pindah ke Yogyakarta. Masyarakat lingkunganya menyebut mereka pendekar pencak. Seiring berpindahnya KH Busyro ke Kauman, Yogyakarta, aliran Banjaran yang pada awalnya dikembangkan di pondok pesantren Binorong akhirnya sementara berpusat di Kauman.

Pendekar A Dimyati sifatnya pendiam dan cenderung tertutup, sedang M Wahib agresif dan terbuka. Pembawaan A Dimyati mirip dengan H Burhan. Sedang pembawaan M Wahib mirip gurunya(KH Busyro). Karena itulah nama M Wahib lebih menonjol dibanding A Dimyati. Sedang A Dimyati yang ilmunya lebih tangguh dari adiknya tidak ada catatan mengenai sepak terjangnya.

Karena sifat mereka berbeda, maka sering keduanya terlibat bentrok, termasuk dalam hal adu kaweruh. KH Busyro memahami karakter mereka dan tahu bahwa sekalipun berbeda, keduanya berbakat tinggi dalam pencak.

Melihat hal demikian KH Busyro menunjuk pendekar A Dimyati untuk berkelana ke barat, sebagaimana yang pernah dijalani pendekar KH Busyro. Sesuai tradisi yang berlaku bahwa pendekar A DImyati yang sudah mengangkat guru kepada KH Busyro tidak boleh berguru kepada guru pencak lainya. Untuk itu dalam berkelana ini yang dilakukan adalah “adu kawruh”. Dikisahkan bahwa pendekar A Dimyati berhasil menguasai ilmu Cikalong,Cimande dan Cibarosa.

Adapun KH Busyro menunjuk M Wahib untuk berkelana ke timur hingga beberapa tempat sempat disinggahi oleh pendekar M Wahib (bawean dan madura). Karena sifatnya yang agresif dan terbuka maka “adu kawruh diartikan dengan berkelahi, menguji ilmu dengan para pendekar yang mengklaim dirinya sakti. Menurut kisah yang diceritakan M Wahib “kemana-mana saya naik turun panggung (gelanggang) untuk bertanding dan mendapat uang/ menang, kalau diperlukan saya memakai senjata handuk dan sepotong besi sejengkal berlafal Alif”.

Setelah pengembaraan pendekar A Dimyati ke barat, dan pendekar M Wahib ke timur, keduanya kembali kejogja. Kebiasaan mencari lawan tanding pendekar M Wahib diarahkan kepada anak-anak belanda ataupun tentara belanda.

Cikauman
Pada tahun 1925, dilingkungan KaumanTengah dibuka latihan pencak oleh A Dimyati dan MWhib atas restu KH Busyro. Pada saat inilah M Wahib menyatakan CIKAUMAN adalah satu-satunya pencak yang ada dikauman. Penamaan aliran ini sebagaimana menunjuk satu tempat sebagai nama aliran. Adapun penyebutan aliran cikauman ini mengandung pengertian sebagai aliran Banjaran-Kauman, dengan makna bahwa aliran ini merupakan kelanjutan dari aliran banjaran.

Pada waktu itu digariskan dengan tegas dasar yang harus dipatuhi dan dilaksanakanoleh semua muridnya, yaitu :

Cikauman/pencak kauman, berlandaskan Al Islam dan berjiwa ajaran KH Ahmad Dahlan, membina pencak silat yang berwatak serta berkepribadian Indonesia, bersih dari sesat dan sirik.
Mengabdikan perguruan untuk perjuangan agama serta bangsa dan negara.
Sikap mental dan gerak langkah anak murid harus merupakan tindak tanduk kesucian.
Aliran cikauman berbeda dari aliran-aliran di Indonesia pada umumnya, Cikauman bersifat tertutup, tetapi mudah berasimilasi; tidak disiplin, tetapi patriotik; Daya guna sama kuat antara seni dan bela diri. Perguruan cikauman ( kauman-banjaran), dipimpin langsung oleh pendekar besar M Wahib dan pendekar besar A Dimyati. Murid angkatan pertama adalah M Djuraimi (mbah Djur) dan M Syamsudin. Kehandalan M Syamsuddin terletak pada permainan sabetan kaki dan tangan. Hal ini di tunjang oleh postur tubuh M Syamsuddin yang kekar, karena selain gemar pencak M Syamsuddin juga pemain sepak bola handal.
Setelah dinyatakan lulus dari perguruan cikauman,M Syamsuddin diizinkan untuk menerima murid dan selanjutnya mendirikan perguruan Seranoman.

Seranoman
Perguruan seraniman melahirkan seorang pendekar bernama M Zahid, anak murid seranoman yang berotak cemerlang dan berkemampuan tinggi, serta pergaulanya luas. Kehandalan M Zahid bertumpu pada ketajaman gerak. Selain itu beliau berhasil mengembangkan dari 5 menjadi 8 kembangan, dan berhasil merancang pengajaran keilmuan sehingga keilmuan pencak mudah untuk dimasalkan. Namun sayangnya bliau meninggal dunia sehingga belum sempat mendirikan perguruan baru. Sekalipun begitu M Zaid sempat melahirkan seorang murid berbakat, yaitu Moh Barie Irsyad. Selanjutnya Moh Barie dibina langsung oleh A Dimyati dan M Wahib.

Pada pekembangan berikutnya Moh Bahrie Irsyad diarahkan untuk menghadapi aliran-aliran hitam. Puncaknya adalah tantangan adu kawruh melawan aliran hitam dengan taruhan siapa yang kalah harus pergi dari kauman. Dibawah kesaksian pemuda muhammadiyah ranting kauman, pada suatu tengah malam,dipelataran masjid gede kauman, yogyakarta berlangsunglah pertarungan tersebut. Atas izn Allah swt, seluruh murid menyaksikan bahwa yang bathil tidak akan dapat mengalahkan yang hak. Moh Bahrie berhasil melumpuhkan ilmu sihir hitam.

Pada waktu dibai’at pendekar Moh Bahrie Irsyad berhasil mempertanggung jawabkan 11 kembangan. Lalu pendekar Moh Bahrie Irsyad, sebagai murid angkatan ke 6 yang telah dinyatakan lulus dalam menjalani penggemblengan oleh pendekar M Zaid, M Syamsudin, M Wahib dan A Dimyati kemudian diberi restu untuk menerima murid. M Bahrie kemudian mendirikan perguruan KASEGU.

KASEGU
Nama kasegu diambil dari Segu atau Kasegu, yaitu senjata khas yang berlafadz “Muhammad”, diciptakan oleh pendekar Moh Bahrie Irsyad. Selanjutnya menjadi senjata khas perguruan Tapak Suci. Kasegu juga bermakna “Kauman Serba Guna”. Pada selanjutnya ada orang yang menyebutkan sebagai Kasegu Badai Selatan (mengingat operasionalnya berpusat di selatan kauman).

Selanjutnya, da;am angkatan ketujuh ini tercatat antara lain :

Murid cikauman (murid langsung pendekar M Wahib) : Achmad Djakfar, Moh Dalhar Suwardi, M Slamet.
Murid seranoman (murid langsung pendekar M Syamsuddin) : M Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
Murid Kasegu (murid langsung pendekar Moh Bahrie Irsyad) : Irfan Hadjam, M Djakfal Kusuma, M Sobri Ahmad dan M Rustam Djundab.
Murid angkatan ketujuh ini mulai berlatih di tahun 1957, biasanya empet kali seminggu mulai pukul delapan (ba’da isya) sampai mendekati subuh. Lahirnya Tapak Suci
Atas desakan murid-murid kepada pendekar Moh Bahrie Irsyad, munculah gagasan untuk mendirikan satu perguruan yang menggabungkan perguruan yang sejalur (cikauman, seranoman, dan kasegu). Namun untuk mencapai itu mestilah melalui jalan yang tidak mudah. Karena pengertian kelahiran perguruan yang baru kelak bukanlah merupakan suatu aliran yang baru melainkan tetap berakar dari aliran cikauman ( banjaran-kauman), apalagi mengingat pendekar Moh Bahrie berada pada generasi ke 6 dalam silsilah, maka perlu dilakukan silaturahmi dengan para sesepuh. Maka pembuktian demi pembuktian senantiasa dilakukan dalam berbagai pertemuan keilmuan, sekaligus untuk memantapkan perumusan keilmuan yang akan diturunkan. Dalam setiap pertemuan keilmuan senantiasa dilakukan pembuktian, yang melibatkan para sesepuh aliran.
Sudah takdir Ilahi ketika pendekar Moh Bahrie Irsyad selesai menampilkan Jurus harimau, pendekar M Wahib menyatakan puas dan pembuktian dinilai cukup. Selanjutnya pendekar A Dimyati memberikan pesan dan petunjuk : “kalau bertemu aliran pencak silat apapun, nilailah kekuatanya”. Kelihatanya sederhana, tetapi sikap ini sangat kontradiktif dengan sifat jago pencak pada umumnya yang tidak mau melihat kelebi dan selalu merasa dirinya terbaik dan terkuat. Sikap mental pendekar A Dimyati ini selanjutnya menjadi dasar sikap mental pendekar-pendekar Tapak Suci.

Ujian lainya yang harus dihadapi memang cukup beragam. Salah satunya adalah penilaian bahwa pengembangan ataupun pendiri dalam silsilah aliran ini tidak berasal dari darah biru/ ningrat. Apalagi para penggagas Tapak Suci hanya kalangan rakyat biasa. Akan tetapi dalam hal ini kemudian dinyatakan bahwa Tapak Suci adalah bukan milik dan gerakan kampung kauman, tetapi gerakan dunia.

Dalam proses pendirian Tapak suci ini juga tidak lepas dari dukungan dan restu dari para pendekar, ulama dan aktifis Muhammadiyah, dengan harapan kelak perguruan pencak yang terorganisir ini dapat menjadi wadah pengkaderan dan wadah silaturahmi para ahli pencak di lingkungan Muhammadiyah. Sekalipun ujian demi ujian dilalui.

Maka berbagai perangkatpun disiapkan sedemikian rupa, antara lain :

Nama perguruan dirumuskan dengan mengambil dasar dati ajaran perguruan kauman sehingga ditetapkan nama Tapak Suci;
Tata tertib upacara disusun oleh Moh Bahrie Irsyad;
Doa dan ikrar disusun oleh H Djarnawi Hadikusuma;
Lambang perguruan diciptakan oleh M Fahmie Ishom;
Lambang anggota diciptakan oleh Suharto Sujak.
Lambang tim inti Kosegu dibuat oleh Ajib Hamzah;
Bentuk dan warna pakaian ditentukan oleh M Zundar Wiesman dan Anis Susanto.
Kemudian atas izin dan restu Allah swt telah menjadi suatu kenyataan sejarah bahwa pada tanggal 31 Juli 1963 di kauman, Yogyakarta, Tapak Suci telah ditakdirkan untuk lahir dan berkembang diseluruh Nusantara dan kelak meluas ke mancanegara, untuk menjadi pelopor pengembangan pencak silat yang methodis dan dinamis. Pada saat kelahiranya Tapak Suci telah digariskan bahwa :
Tapak Suci berjiwa ajaran KH Ahmad Dahlan;
Keilmuanya bersifat methodis dan dinamis;
Keilmuanya bersih dari syirik dan menyesatkan.
Pada perkembangan selanjutnya Tapak Suci telah banyak memberikan sumbangsihnya kepada bangsa ini. Melalui rapat kerja nasional pada tanggal 19-20 April 1967 di Pekalongan maka akhirnya mamilih IPSI sebagai induk pencak silat dan langsung menjadi anggota IPSI.
6. SATRIA NUSANTARA
SEJARAH PERGURUAN SATRIA NUSANTARA
 DR. Drs. H. Maryanto (pendiri Satria Nusantara) dilahirkan pada tanggal 4 April 1962 di Kisaran, Sumatra Utara. Memiliki silsilah unik, yaitu pihak ibu berdarah campuran Batak-Cina dan pihak bapak berdarah campuran Jawa-Cina. Beliau sejak kecil siangkat oleh orang Jawa. Masa remaja sampai dewasa dibesarkan dilingkungan Muhammadiyah, Kauman Yogyakarta. Sejak usia 11 tahun sudah hobi membaca dan belajar sendiri sesuatu yang berhubungan dengan bela diri dan pernafasan. Pernah berguru di berbagai perguruan seperti Prana Sakti, Sinar Putih, Tapak Suci, Yoga, Taichi dan Kungfu, Pernafasan aliran Jawa, Silat Stroom dsb.
Senang menggabungkan hasil penelitian ilmah di Barat, penalaran dan renungan diri serta apa yang dipelajarinya secara tradisional maupun bacaan. Bercita-cita menjadi seorang dokter sehingga banyak mempelajari ilmu kesehatan dan sejak usia 16 tahun sudah senang mengobati orang sakit. Latar belakang Muhammadiyah dan ilmu eksakta melengkapi pengembangan seutuhnya dirinya, sehingga terciptalah ilmu seni pernafasan Satria Nusantara yang diharapkan dapat dipertanggung jawabkan dari sudut agama, kesehatan dan ilmu pengetahuan.

Kemudian mendirikan Perguruan Beladiri Tenaga Dalam Satria Nusantara pada tanggal 31 Agustus 1985 di Yogyakarta yang satu tahun kemudian disempurnakan dalam bentuk badan hukum Yayasan dengan amal usaha yang sekarang disebut Lembaga Seni Pernafasan Satria Nusantara.

Nama Satria Nusantara diambil dari gabungan kata-kata / bahasa sansekerta, yaitu :
Sat (enam), Tri (tiga), A (daya/ kekuatan), Nusa Antara (nusanara=gabungan dari berbagai ilmu kesehatan, ilmu pengetahuan dll).
Jadi ilmu satria nusantara adalah ilmu pengembangan enam indra manusia dengan tiga kekuatan yaitu: nafas, jurus, dan konsentrasi/ dzikir yang asal usulnya dari gabungan berbagai aliran ilmu, diseleksi dengan filter agama, kesehatan, pengetahuan dll sebatas kemampuan penalaran, wawasan, penelitian, dan percobaan beliau sebagai manusia.
Next »
 

1 komentar:

PSHT Jaya

Your comment / macam-macam perguruan silat